SELAMAT DATANG PEMBUKA

HAI TEMAN-TEMAN NAMAKU NAUFAL, NAMA LENGKAPKU NAUFAL RAMADHAN SETIAWAN, AKU MEMBUAT BLOG INI UNTUK MENDIDIK, INSYALLAH MENDIDIK BANGSA INDOENESIA. AKU AKAN MEMASUKKAN SEJARAH-SEJARAH MUSEUM INDONESIA,TENTANG BIOLOGI,FISIKA DAN LAINNYA. TEMAN-TEMAN YANG MEMBUKA BLOG INI TOLONG KLIK LIKE YA........... SUPAYA BLOG INI BISA JAYA SEPERTI NEGARA INDONESIA INI.
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA TULISAN INI,SEKALI LAGI TERIMA KASIH.ASSALAMUALAIKUM.WR.WB

Sabtu, 07 Juli 2012

SEJARAH MUSEUM ETNOBOTANI


Gagasan pendirian Museum Etnobotani Indonesia mula-mula dicetuskan oleh Prof. Sarwono Prawirohardjo yang ketika itu menjabat sebagai ketua LIPI, bertepatan dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung baru Herbarium Bogoriense pada tahun 1962.
Tetapi gagasan tersebut baru mulai dipikirkan serta dimantapkan kembali ketika Dr.Setijati Sastrapradja memegang jabatan Direktur LBN pada tahun 1973. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya museum tersebut dapat terwujud dan diresmikan pada tanggal 18 Mei 1982 oleh Menristek Prof.Dr.Ing.B.J.Habibie. Tema Museum Etnobotani Indonesia ‘Pemanfaatan Tumbuhan Indonesia'.
Terimakasih atas donasinya....
Museum Etnobotani
Relief di lobi museum
Selamat datang
Tempat penyimpanan dari bambu
Soyu....untuk berburu monyet
Tameng
Sapai Jomo
Rok wanita suku Arfak
Peralatan dapur
Tempat pembuatan gula aren
Caping
Perangkap ikan
Kentongan
Tempat air
Perahu kayu
Tempat air
Pengawetan bibit
Jangan lupa beli souvenirnya...

LATAR BELAKANG
Etnobotani adalah cabang ilmu tumbuh-tumbuhan yang mempelajari hubungan antara suku-suku asli suatu daerah dengan tumbuhan yang ada di sekitarnya. Istilah etnobotani pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli antropologi Amerika bernama Harsberger pada tahun 1895. Dari aspek botani, etnobotani dapat memberi bantuan dalam penentuan asal mula suatu tumbuhan, penyebarannya, penggalian potensi tumbuhan sebagai sumber kebutuhan hidup, makna dan arti tumbuhan dalam kebudayaan serta tanggapan masyarakat setempat terhadap suatu jenis tumbuhan.
Indonesia ditinjau dari segi iklim memiliki kisaran yang besar, sehingga memungkinkan tingginya keanekaragaman tumbuhan yang hidup di kawasan ini. Selain itu Indonesia juga dihuni oleh lebih dari 500 entri atau lema. Lema-lema itu sendiri bervariasi dalam kategori suku bangsa, subsuku bangsa, kelompok sosial yang khas, komunitas yang mendiami suatu pulau kecil dan sebagainya. Tiap lema ini memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, sesuatu dengan adat dan tatanan yang berlaku, antara lain dalam memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya.
Pesatnya perkembangan teknologi modern memungkinkan mudahnya hubungan antar pulau di Indonesia, bahkan antar negara di dunia. Teknologi modern ini sering kali dapat mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia. Sebagai akibatnya pengetahuan tradisional tentang tetumbuhan mengalami erosi, sehingga dirasakan perlu untuk mempelajari dan mendokumentasikan yang masih tertinggal. Oleh karena itu didirikanlah Museum Etnobotani.
TUGAS DAN FUNGSI
  • Memberikan informasi tentang berbagai bentuk pemanfaatan tumbuhan oleh suku bangsa di Indonesia.
  • Melestarikan kekayaan flora dan budaya Indonesia yang sangat beragam.
  • Mendorong daya kreativitas dan daya cipta tentang pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan.
  • Memberikan informasi tentang lingkup kegiatan penelitian etnobotani.
Sumber artikel : Brosur "Museum Etnobotani Indonesia" (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Alamat:
Museum Etnobotani Indonesia
Pusat Penelitian Biologi – LIPI
Jl. Ir.H.Juanda 22-24
Bogor 16122
Jawa Barat
Telp. 0251 – 322 035
Jam Kunjungan:
Senin-Kamis 08.00-16.00
Jumat 08.00-11.00 13.00-16.00
Sabtu-Jumat: dengan perjanjian

SEJARAH MUSEUM BAHARI

Museum Bahari adalah museum tempat pembelajaran sejarah yang menyimpan historis perjalanan tentang kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Bangsa Indonesia memiliki suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Nusantara, sejatinya bangsa ini memanglah keturunan pelaut yang ulung. 

Dalam keterangan pustaka yang penulis dapatkan di Museum Bahari. Para penututr Bahasa  Austronesia merupakan penakluk lautan dari selatan. Penyebaran rumpun bahasa Austronesia di wilayah-wilayah yang membentang antara Philipina hingga Selandia Baru, dan Madagaskar hingga Eastern Island, menjadi bukti ketangguhan mereka ribuan tahun lalu, belayar mengarungi Laut Cina Selatan, Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik



Mewarisi tradisi para leluhur bangsa Indonesia yang memiliki dinamika kehidupan masyarakat negeri ini, jiwa dan semangat bahari begitu lekat tertanam. Kebudayaan bangsa ini terbentuk dari cara pandang kita, adaptasi dan orentasinya terhadap lingkungan laut dan pantai.

Sejarah panjang Nusantara Indonesia merupakan sejarah tentang kelautan. Kebaharian yang tidak pernah absen dalam perjalanan masa. Wilayah Indonesia yang dulu pernah berjaya di bawah panji-panji Sriwijaya dan Majapahit, dua kerajaan maritim terbesar yang pernah ada. Namun, ketika laut mulai diabaikan, Nusantara pun terburuk dalam derita kolonialisme yang tidak terlupakan. Sejarah memberikan sebuah pembelajaran kita tentang ini semua.

Rekam jejak penulis di gedung Museum Bahari dapat membuka cakrawala untuk mendapatkan pembelajaran tentang sejarah kemaritiman. Di kawasan Museum Bahari kita dapat menemukan Menara Syahbandar yang  merupakan kubu pertahanan (culembong) VOC pada masa penjajahan. Tidak jauh dari tempat ini kita dapat menemukan kanal-kanal dan gudang-gudang lain yang dibangun pada abad ke-18 dan ke-19 Masehi. Di sebelah utaranya terdapat perkempungan dan Mesjid Luar Batang.

Keragaman suku bangsa memperlihatkan pula keragaman budaya baharinya. Perahu-perahu tradisional setiap daerah memiliki kekhasannya masing-masing. Begitu pula perlengkapan penangkapan ikannya. Di Museum Bahari semua itu tersaji lengkap. termasuk koleksi-koleksi yang berhubungan dengan teknologi pelayaran (pembuatan kapal dan sistem navigasi), keragaman hayati laut, kesejarahan pelabuhan Jakarta, pelayaran kapal uap Indonesia - Eropa. Dan di Museum Bahari yang menyimpan koleksi 126 benda-benda sejarah kelautan, terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan yang dipajang terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur, dan foto-foto serta biota laut lainnya.

Museum Bahari merupakan salah satu monumen kebaharian sejarah Indonesia yang bernilai sejarah dunia yang terdapat di sudut Kota Jakarta.WisataKotatua di Ibu Kota Jakarta merupakan perjalanan wisata yang sangat mengasyikkan, penuh edukatif akan sebuah nilai sejarah Jakarta dan sejarah bangsa Indonesia Bagi Anda yang akan melakukan perjalanan wisata sejarah dengan mengunjungi objek wisata sejarah yang ada di Jakarta, kami menyarankan agar Anda dapat memilih dan menggunakan biro perjalanan sejarah bukan hanya yang menawarkan sebuah paket perjalanan wisata dengan harga spesial murah dan terjangkau, namun Anda juga berhak mendapatkan pelayanan secara profesional yang didukung dengan informasi objek wisata dengan tenaga akhli yang berpengalaman, berwawasan luas serta menguasai objek tersebut dan terakreditas oleh Dinas Pariwisata Indonesia.

SEJARAH LUBANG BUAYA



Pada 1 Oktober 1965 telah terjadi penculikan dan pembunuhan enam orang jenderal dan seorang perwira pertama AD yang kemudian dimasukkan ke sebuah sumur tua di desa Lubang Buaya, Pondokgede oleh pasukan militer G30S. Pasukan ini berada di bawah pimpinan Letkol Untung, Komandan Batalion I Resimen Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden.
Pada 4 Oktober 1965, ketika dilakukan penggalian jenazah para jenderal di Lubang Buaya, Mayjen Suharto, Panglima Kostrad menyampaikan pidato yang disiarkan luas yang menyatakan bahwa para jenderal telah dianiaya sangat kejam dan biadab sebelum ditembak. Dikatakan olehnya bahwa hal itu terbukti dari bilur-bilur luka di seluruh tubuh para korban. Di samping itu Suharto juga menuduh, Lubang Buaya berada di kawasan PAU Halim Perdanakusuma, tempat latihan sukarelawan Pemuda Rakyat dan Gerwani. Perlu disebutkan bahwa Lubang Buaya terletak di wilayah milik Kodam Jaya. Di samping itu disiarkan secara luas foto-foto dan film jenazah yang telah rusak yang begitu mudah menimbulkan kepercayaan tentang penganiayaan biadab itu. Hal itu diliput oleh media massa yang telah dikuasai AD, yakni RRI dan TVRI serta koran milik AD Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha.Sementara seluruh media massa lain dilarang terbit sejak 2 Oktober.
Jadi sudah pada 4 Oktober itu Suharto menuduh AURI, Pemuda Rakyat dan Gerwani bersangkutan dengan kejadian di Lubang Buaya. Selanjutnya telah dipersiapkan skenario yang telah digodok dalam badan intelijen militer untuk melakukan propaganda hitam terhadap PKI secara besar-besaran dan serentak. Dilukiskan terdapat kerjasama erat dan serasi antara Pemuda Rakyat dan Gerwani serta anggota ormas PKI lainnya dalam melakukan penyiksaan para jenderal dengan menyeret, menendang, memukul, mengepruk, meludahi, menghina, menusuk-nusuk dengan pisau, menoreh silet ke mukanya. Dan puncaknya kaum perempuan Gerwani itu dilukiskan sebagai telah kerasukan setan, menari-nari telanjang yang disebut tarian harum bunga, sambil menyanyikan lagu Genjer-genjer, lalu mecungkil mata korban, menyilet kemaluan mereka, dan memasukkan potongan kemaluan itu ke mulutnya….
Maaf pembaca, itu semua bukan lukisan saya tapi hal itu bisa kita baca dalam koran-koran Orba milik AD yang kemudian dikutip oleh media massa lain yang boleh terbit lagi pada 6 Oktober dengan catatan harus membebek sang penguasa serta buku-buku Orba. Lukisan itu pun bisa kita dapati dalam buku Soegiarso Soerojo, pendiri koran AB, yang diterbitkan sudah pada 1988, .Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai. Anda juga dapat menikmatinya dalam buku Arswendo Atmowiloto yang direstui oleh pihak AD, Pengkhianatan G30S/PKI, yang dipuji sebagai transkrip novel yang bagus dari film skenario Arifin C Noer dengan judul yang sama yang wajib ditonton oleh rakyat dan anak sekolah khususnya selama bertahun-tahun. Dan jangan lupa, fitnah ini diabadikan dalam diorama pada apa yang disebut Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya. Meski monumen ini berisi fitnah, tapi kelak jangan sampai dihancurkan, tambahkanlah satu plakat yang mudah dibaca khalayak: “Di sini berdiri monumen kebohongan perzinahan politik”, agar kita semua belajar bahwa pernah terjadi suatu rezim menghalalkan segala cara untuk menopang kekuasaannya dengan fitnah paling kotor dan keji pun. Penghormatan terhadap para jenderal yang dibunuh itu ditunggangi Suharto dengan fitnah demikian.
Fitnah hitam dongeng horor itu semua bertentangan dengan hasil visum et repertum tim dokter yang dilakukan atas perintah Jenderal Suharto sendiri yang diserahkan kepadanya pada 5 Oktober 1965, bahwa tidak ada tanda-tanda penyiksaan biadab, mata dan kemaluan korban dalam keadaan utuh. Laporan resmi tim dokter itu sama sekali diabaikan dan tak pernah diumumkan.
Kampanye hitam terhadap PKI terus-menerus dilakukan secara berkesinambungan selama bertahun-tahun tanpa jeda. Dalil intelijen menyatakan bahwa kebohongan yang terus-menerus disampaikan akhirnya dianggap sebagai kebenaran. Bahkan sampai dewasa ini pun, ketika informasi sudah dapat diperloleh secara bebas terbuka, fitnah itu masih dimamahbiak oleh sementara kalangan seperti buta informasi.
Apa tujuan kampanye hitam fitnah itu? Hal ini dimaksudkan untuk mematangkan situasi, membangkitkan emosi rakyat umumnya dan kaum agama khususnya menuju ke pembantaian massal para anggota PKI dan yang dituduh PKI sesuai dengan doktrin membasmi sampai ke akar-akarnya. Dengan gencarnya kampanye hitam itu, maka telah berkembang biak dengan berbagai peristiwa di daerah dengan kreatifitas dan imajinasi para penguasa setempat. Selama kurun waktu 1965-1966 jika di pekarangan rumah seseorang ada lubang, misalnya untuk dipersiapkan menanam sesuatu atau sumur tua tak terpakai, apalagi jika si pemilik dicurigai sebagai orang PKI, maka serta-merta ia dapat ditangkap, ditahan dan bahkan dibunuh dengan tuduhan telah mempersiapkan “lubang buaya” untuk mengubur jenderal, ulama atau dan tokoh-tokoh lawan politik PKI setempat. Dongeng tersebut masih dihidup-hidupkan sampai saat ini.
Segala macam dongeng fitnah busuk berupa temuan “lubang buaya” yang dipersiapkan PKI dan konco-konconya untuk mengubur lawan-lawan politiknya ini bertaburan di banyak berita koran 1965-1966 dan terekam juga dalam sejumlah buku termasuk buku yang ditulis Jenderal Nasution, yang dianggap sebagai peristiwa dan fakta sejarah, bahkan selalu dilengkapi dengan apa yang disebut “daftar maut” meskipun keduanya tak pernah dibuktikan sebagai kejadian sejarah maupun bukti di pengadilan.
Seorang petani bernama Slamet, anggota BTI yang tinggal di pelosok dusun di Jawa Tengah yang jauh dari jangkauan warta berita suatu kali mempersiapkan enam lubang untuk menanam pisang di pekarangannya. Suatu siang datang sejumlah polisi dan tentara dengan serombongan pemuda yang menggelandang dirinya ketika ia sedang menggali lubang keenam. Tuduhannya ia tertangkap basah sedang mempersiapkan lubang untuk mengubur Pak Lurah dan para pejabat setempat. Dalam interogasi terjadi percakapan seperti di bawah.
“Kamu sedang mempersiapkan lubang buaya untuk mengubur musuh-musuhmu!”
“Lho kulo niki bade nandur pisang, lubang boyo niku nopo to Pak?” [saya sedang hendak menanam pisang, lubang buaya itu apa Pak?]
“Lubang boyo iku yo lubange boyo sing ana boyone PKI!” [lubang buaya itu lubang yang ada buaya milik PKI]. Baik pesakitan yang bernama Slamet maupun polisi yang memeriksanya tidak tahu apa sebenarnya lubang buaya itu, mereka tidak tahu bahwa Lubang Buaya itu nama sebuah desa di Pondokgede, Jakarta.
Dikiranya di situ lubang yang benar-benar ada buayanya milik PKI. Ini bukan anekdot tetapi kenyataan pahit, si Slamet akhirnya tidak selamat alias dibunuh karena adanya “bukti telak” terhadap tuduhan tak terbantahkan.
Demikian rekaman yang saya sunting dari wawancara HD Haryo Sasongko dalam salah satu bukunya. (Dari berbagai sumber, petikan naskah belum terbit).

Jumat, 06 Juli 2012

SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH


Dalam sejarah Indonesia terbukti, bahwaBendera Merah Putih dikibarkan pada tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan kekuasaan Kertanegara dari Singosari (1222-1292). Sejarah itu disebut dalam tulisan bahwa Jawa kuno yang memakai tahun 1216 Caka (1254 Masehi), menceritakan tentang perang antara Jayakatwang melawan R. Wijaya.

Prapanca di dalam buku karangannya Negara Kertagama mencerirakan tentang digunakannya warna Merah Putih dalam upacara hari kebesaran raja pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk yang bertahta di kerajaan Majapahit tahun 1350-1389 M.

Menurut Prapanca, gambar-gambar yang dilukiskan pada kereta-kereta raja-raja yang menghadiri hari kebesaran itu bermacam-macam antara lain kereta raja puteri Lasem dihiasi dengan gambar buah meja yang berwarna merah.

Atas dasar uraian itu, bahwa dalam kerajaan Majapahit warna merah dan putih merupakan warna yang dimuliakan.

Dalam suatu kitab tembo alam Minangkabau yang disalin pada tahun 1840 dari kitab yang lebih tua terdapat ambar bendera alam Minangkabau, berwarna Merah Putih Hitam. Bendera ini merupakan pusaka peninggalan jaman kerajaan Melayu-Minangkabau dalam abad ke 14, ketika Maharaja Adityawarman memerintah (1340-1347).

Warna Merah = warna hulubalang (yang menjalankan perintah)

Warna Putih = warna agama (alim ulama)

Warna Hitam = warna adapt Minangkabau (penghulu adat)

Warna merah putih dikenal pula dengan sebutan warna Gula Kelapa. Warna Merah Putih disebut Gula Kepala tidak berarti “Merah” lambing gula dan “Putih” lambing buah nyiur yang telah dikupas. Di Kraton Solo terdapat pusaka berbentuk bemdera Merah Putih peninggalan Kyai Ageng Tarub, putra Raden Wijaya, yang menurunkan raja-raja Jawa.

Dalam babat tanah Jawa yang bernama babab Mentawis (Jilid II hal 123) disebutkan bahwa Ketika Sultan Ageng berperang melawan negri Pati. Tentaranya bernaung di bawah bendera Merah Putih “Gula Kelapa”. Sultan Ageng memerintah tahun 1613-1645.

Juga di bagian lain dari kepulauan Indonesia terdapat bendera yang berwarna Merah Putih, misalnya di Aceh, Palembang, Maluku dan sebagainya meskipun sering dicampuri gambar-gambar lain.

Pada umumnya warna Merah Putih merupakan lambing keberanian, kewiraan sedangkan warna Putih merupakan lambing kesucian.

MERAH PUTIH DALAM ABAD XX

Bendera Merah Putih berkibar untuk pertama kali dalam abad XX sebagai lambang kemerdekaan ialah di benua Eropa. Pada tahun 1922 Perhimpunan Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih di negeri Belanda dengan kepala banteng ditengah-tengahnya.

Tujuan perhimpunan Indonesia Merdeka semboyan itu juga digunakan untuk nama majalah yang diterbitkan.

Pada tahun 1924 Perhimpunan Indonesia mengeluarkan buku peringatan 1908-1923 untuk memperingati hidup perkumpulan itu selama 15 tahun di Eropa. Kulit buku peringatan itu bergambar bendera Merah Putih kepala banteng.

Dalam tahun 1927 lahirlah di kota Bandung Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mempunyai tujuan Indonesia Merdeka. PNI mengibarkan bendera Merah Putih kepala banteng.


Pada tanggal 28 Oktober 1928 berkibarlah untuk pertama kalinya bendera ,erah Putih sebagai bandera kebangsaan yaitu dalam Konggers Indonesia Muda di Jakarta. Sejak itu berkibarlah bendera kebangsaan Merah Putih di seluruh kepulauan Indonesia.

SANG SAKA MERAH PUTIH DI BUMI INDONESIA MERDEKA

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta bertempat di Pegangsaan Timur 56 (JL.Proklamasi) Jakarta, atas nama bangsa Indonesia. Sesaat kemudian bendera kebangsaan Merah Putih dikibarkan di gedung Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Bendera Merah Putih berkibar ntuk pertama kalinya di bumi Indonesia Merdeka.

a. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 9 Agustus 1945 mengadakan siding yang pertama dan menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Dalam UUD 1945, Bab I, pasal I, ditetapkan bahwa Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam UUD 1945 pasal 35 ditetapkan pula bahwa bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Denagn demikian itu, sejak ditetapkannya UUD 1945 , Sang Merah Putih merupakan bendera kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan ditetapkannya UUD 1945 dan bendera kebangsaan Sang Merah Putih, maka serntak seluruh rakyat Indonesia dan pemuda Indonesia, menegakkan, mengibarkan dan mempertahankan Sang Merah Putih di bumi Indonesia. Pertempuran-pertempuran dengan serdadu colonial Belanda yang didukung oleh tentara sekutu berkobar di seluruh Indonesia. Ribuan rakyat dan pemuda Indonesia gugur sebagai pahlawan bangsa mempertahankan kemerdekaan Sang Merah Putih. Karena pengorbanan mereka kini Sang Merah Putih tegak berkibar dibumi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berlandaskan Pancasila.

Sang Merah Putih dikibarkan pada Hari Proklamasi tanggal 17 Agustus 45 di gedung Pegangsaan Timur 56 Jakartadisebut Bendera Pusaka. Bendera Pusaka itu selalu dikibarkan di tiang yang tingginya 17 m di depan Istana Merdeka Jakarta pada tiap perayaan peringatan Hari Prokalamasi Kemerdekaan.

Mulai tahun 1969 Bndera Pusaka itu tidak lagi dapat dikibarkan karena sudah tua. Sebagai gantinya dikibarkan duplikatnya yang dibuat dari sutera alam Indonesia.

Dalam sejarah perjuangan kemrdekaan Indonesia, Bendera Pusaka tidak pernah jatuh ke tangan musuh, meskipun tentara colonial Belanda menduduki Ibukota Negara Republik Indonesia.

SEJARAH KOTA JAKARTA

Sejarah Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasio-nal yang ramai.

Ringkasan Sejarah

Pengetahuan awal mengenai Jakarta terkumpul sedikit melalui berbagai prasasti yang ditemukan di kawasan bandar tersebut. Keterangan mengenai kota Jakarta sampai dengan awal kedatangan para penjelajah Eropa dapat dikatakan sangat sedikit.

Laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, beribukota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota Bogor sekarang. Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh seorang muda usia, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa. 

Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang kini diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Orang-orang Belanda datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta.

Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar.

Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden.

MENGAMATI kota Jakarta bagaikan membaca catatan panjang yang merekam berbagai kejadian masa lalu. Berbagai bangunan dan lingkungan di Jakarta menyimpan jejak-jejak perjalanan masyarakatnya, bagaimana mereka bersikap menghadapi tantangan zamannya, memenuhi kebutuhan hidupnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ia menyimpan suka-duka dan pahit-manisnya perkembangan, di mana kita dapat menyerap pelajaran yang berharga.

Jakarta, Ibukota Republik Indonesia, memiliki banyak rekaman sejarah. Antara lain dalam bentuk bangunan maupun lingkungan. Di dalamnya tercermin upaya masyarakat masa lalu dalam membangun kotanya yang tak luput dari berbagai masalah dari zaman ke zaman.

“Jika kita memandang kota Jakarta sekarang, mungkin sulit terbayang bahwa ribuan tahun yang lalu kawasan ini masih baru terbentuk dari endapan lumpur sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta. Misalnya Kali Ciliwung, Kali Angke, Kali Marunda, Kali Cisadane, Kali Besar, Kali Bekasi dan Kali Citarum. Usia dataran Jakarta kini diperkirakan 500 tahun berdasarkan geomorfologi, ilmu lapisan tanah.

Endapan ini membentuk dataran dengan alur-alur sungai yang menyerupai kipas. Dataran ini setelah mantap lama kelamaan dihuni orang dan terbentuklah beberapa kelompok pemukiman, di mana salah satunya kemudian berkembang menjadi pelabuhan besar, " kata Muhammad Isa Ansyari SS, Sejarawan Terkemuka di Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemda DKI Jakarta.

Ia menuturkan, kota Jakarta merupakan kota yang berkembang dengan cepat sejak mendapat peran sebagai Ibukota Rl. Perkembangan itu disebabkan oleh faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang saling menjalin satu sama lain.

Bermula dari sebuah lingkungan pemukiman kecil dengan kegiatan hidup terbatas, dan kemudian berkembang menjadi lingkungan pemukiman megapolitan dengan berbagai kegiatan yang amatkompleks. Dalam paparan sejarah pertumbuhannya, di mana pemerintah kotanya silih berganti dan kondisi masyarakatnya sangat majemuk, baik dari suku bangsa, ras dan agama berikut berbagai aspek kehidupannya, warga kotanya tetap membangun tempat bermukim dan berkehidupan mereka sesuai dengan kemampuan dana, daya dan teknologi yang mereka miliki.

Sejarah Jakarta

Peta Batavia tahun 1897, Muhammad Isa Ansyari SS mengungkapkan sejarah kota Jakarta dimulai dengan terbentuknya sebuah pemukiman di muara Ciliwung. Menurut berita Kerajaan Portugal pada awal abad ke-15, pemukiman tersebut bernama "Kalapa" dan merupakan sebuah Bandar penting di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran, yang pusatnya pada waktu itu berada di Kota Bogor.

"Di Kerajaan Pajajaran, Bogor, itu kini masih terdapat prasasti peninggalan abad ke-16. Nama prasasti itu "Sato Tulis", peninggalan Rahyang Niskala Watu Kencana, Namun oleh orang Eropa Bandar tersebut lebih dikenal dengan nama Sunda Kalapa, karena berada di bawah kekuasaan Sunda," kata Muhammad Isa Ansyari SS.

Dalam sejarah, ujar Sejarawan Terkemuka Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemda OKI Jakarta itu, Bandar Malaka ditaklukkan Kerajaan Portugal pada 1511. Tujuan Portugal ketika itu adalah mencari jalur laut untuk mencapai kepulauan Maluku, sumber rempah-rempah. Maka pada 1522 mendaratlah kapal utusan dari Malaka di bawah pimpinan Francesco De Sa.

Menurut laporan Francesco De Sa terjadi perundingan dengan pemuka Bandar Kalapa yang berada di bawah kekuasaan Raja Sunda yang beragama Hindu.

Sementara itu di Jawa Tengan dengan surutnya Kerajaan Majapahit berkembanglah Kerajaan Islam di Demak. Kerajaan Islam itu kemudian menyerang Kerajaan Sunda di Jawa Barat meliputi Cirebon, Banten, Kalapa dan lain-lain. Mengingat kurangnya sumber-sumber asli Jawa Tengah tnengenai peristiwa itu, maka kita terpaksa berpaling kepada berita Kerajaan Portugal yang pada akhirnya tidak saja berlabuh di Maluku tetapi juga Kerajaan Portugal ini merapatdi Timor Timur, menyatakan bahwa pada 1526-1527 sebuah armada Portugal telah mengunjungi Sunda Kalapa untuk memenuni perfanjian tahun 1522.

"Ternyata mereka belum mengetahui bahwa telah terjadi perubahan kekuasaan dari Kerajaan Pajajaran ke Kerajaan Banten, yaltu orang-orang dari Jawa Tengah yang beragama Islam .Ivlenurut berita yang mereka dapat, nama Pangtima yang diberikan adalah Falatehan, sebutan mereka untuk nama Fatahillah," ujar Muhammad Isa Ansyari SS.

Masa Prasejarah

Di beberapa tempat di Jakarta seperti Pasar Minggu, Pasar Rebo, Jatinegara, Karet, Kebayoran, Kebon Sirih, Kebon Nanas, Cawang, Kebon Pala, Rawa Belong, Rawa Lefe, Rawa Bangke, ditemukan benda-benda pra sejarah seperti kapak, beliung, gurdi, dan pahat dari batu. Alat-alat tersebut berasal dari zaman batu atau zaman neolitikum antara tahun 1000 SM. Jadi, pada masa itu sudah ada kehidupan manusia di Jakarta.

"Dan seperti daerah latnnya, di Jakarta juga ditemukan prasasti. Prasasti Tugu ditemukan di Cilineing. Prasasti itu sarat informasi tentang Kerajaan Tarumanegara dengan Raja Purnawarman. Menurut prasasti itu, Jakarta merupakan wilayah Kerajaan Tarumanegara, kerajaan tertua di Puiau Jawa, di samping Bogor, Banten, Bekasi sampai Citarum di sebelah timur dan Giaruten," kata Muhammad isa Ansyari SS.

Kronologis Peristiwa Penting

Pada 686 Masehi. Kerajaan Tarumanegara hancur akibat serangan balatentara Kerajaan Sriwijaya. Abad ke-14, Jakarta masuk ke wilayah Kerajaan Pakuan Pajajaran yang sering disebtit Kerajaan Pajajaran, atau Kerajaan Sunda. Kerajaan Pajajaran memiiiki enam petabuhan, diantaranya pelabuhan Sunda Kalapa. Kota pelabuhan ini terletak di Teluk Jakarta - di muara sungai Citiwung - yang merupakan pusat perdagangan paling penting seiak abad ke-12 hingga ke-16.

Senin, 21 Agustus 1522. Begitu pentingnya, Sunda Kalapa tak luput dari incaran orang-orana Portugis yang sejak tahun 1511 sudah bercokol di daratan Malaka. Keinginan mereka mendapatkan sambutan baik dari Raja Pajajaran. Selain berkepentingan soal perdagangan, Raja Pajajaran juga bermaksud meminta bantuan orang-orang Portugis dalam menghadapi orang-orang Islam, yang sudah banyak pengikutnya di Banten dan Cirebon. Demak, kala itu, sudah menjadi pusat kekuatan dan penyebaran agama Islam.

Perjanjian kerjasama pun ditandatangani antara Raja Pajajaran dan orang Portugis. Isinya orang Portugis ditzinkan mendirikan benteng di Sunda Kalapa, yang ditandai di tepi sungai Ciliwung. Rabu 22 Juni 1527. Perjanjian itu tak dapat diterima Demak, Kerajaan Islam yang saat itu sedang berada di puncak kejayaan.

"Sultan Demak mengirimkan balatentaranya, yang dipimpin sendiri oleh menantunya, Fatahillah. Pasukan Fatahillah berhasil menduduki Sunda Kalapa pada 1527. Tatkala armada Portugal datang, pasukan Fatahillah menghaneurkannya. Sia-sia armada Portugal itu hengkang Ke Malaka," ujar Muhammad Isa Ansyari SS.

Dengan kemenangan itu Fatahillah menggantt nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta. Artinya "Kemenangan Berjaya”. Itulah peristiwa bersejarah yang ditetapkan sebagai 'hari jadl' Kota Jakarta. Kekuasaan Jayakarta akhirnya berada di tangan Fatahillah, dan makin meluas sampai ke Banten menjadi Kerajaan Islam.

Tahun 1595. Cornells de Houtman dan anak buahnya tiba di perairan Banten. Orang-orang Belanda itu datang mencari rempah-rempah. Persaingan di antara mereka makin ketat dibumbui permusuhan.

Rabu 20 Maret 1602 seorang token dan negarawan Kerajaan Belanda, Johati van Oldenbarneveld, mengambil suatu prakarsa mengumpulkan para pedagang Belanda dalam suatu wadah. Berdirilah serikat dagang Verenigde Oost Indische Compaqnie atau VOC. VOC merupakan wadah konglomerat zaman dulu.

Tahun 1617. Orang-orang Kerajaan Belanda diizinkan berdagang di Jayakarta. Mereka memperoleh sebidang tanah di sebelah timur sungai Ciliwung, di perkampungan Cina. Di situ mereka membangun kantor dan benteng. Kubu pertahanan Kerajaan Belanda itu tak disukai orang Jayakarta, Banten maupun Kerajaan Inggris. Mereka kemudian berperang.

Tahun 1619. Terjadi pertempuran sengit segitiga antara Kerajaan Belanda, Kerajaan Inggris dan Kerajaan Portugal di pelabuhan Sunda Kalapa. Suasana Teluk Jayakarta itu sekejab menjadi merah api dan merah darah. Di laut teluk banyak bergelimpangan mayat-mayat serdadu Kerajaan Belanda dan Kerajaan Portugal setelah kedua negara kerajaan itu habis digempur pasukan laut Kerajaan Inggris. Inggris menang dalam perang itu.

Kamis, 30 Mei 1619, JP Goen menaklukkan kembali sekaligus menguasai Jayakarta. Saat itu armada Kerajaan Inggris sudah tidak ada lagi karena telah berangkat berlayar menuju Australia, meninggalkan Jayakarta. Sedang armada (laut Kerajaan Portugal pergi menuju ke wilayah ujung timur Nusantara, tepatnya di Timor Timur.

"Jayakarta pada tahun tersebut memasuki lembaran baru. Nama Jayakarta diubah Kerajaan Belanda menjadi Batavia. Nama Batavia ini berasal dari nama Batavieren, bangsa Eropa yang menjadi nenekmoyang Kerajaan Belanda," tukas Muhammad Isa Ansyari SS.

VOC mula-mula menjadikan Batavia sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan. Dengan kepiawaian kompeni lewat intrik dan politik adu domba atau cfewtte et impera terhadap raja-raja di Nusantara. Seluruh wilayah Nusantara dijarahnya. Kejayaannya pun berlangsung cukup lama.

Tahun 1798. VOC jatuh dan dibubarkan. Kekuasaan, harta benda dan utangnya yartg 134,7 juta gulden diambil alih Pemerintahan Kerajaan Belanda. Rabu, 1 Januari 1800, Indonesia sejak itu diperintah langsung oleh Pemerintah Kerajaan Belanda. Suatu majelis untuk urusan jajahan Asia lalu didirikan.

Namun, awal Maret 1942, Kerajaan Jepang merebut kekuasaan dari Kerajaan Belanda pada Perang Dunia ke-2. Nama Batavia dikubur balatentara Kerajaan Jepang. Dan, nama Jakarta menggantikannya sampai sekarang.

SEJARAH MUSEUM KONFERENSI ASIA AFRIKA BANDUNG


Museum Konperensi Asia Afrika (KAA) atau Gedung Merdeka merupakan Museum Sejarah Politik Luar Negeri Republik Indonesia yang berlokasi di Gedung Merdeka Bandung. Gedung yang digunakan sebagai ruang tata pameran museum  dibangun pada tahun 1940 oleh Arsitek A.F. Aalbers dengan gaya arsitektur Moderism with Art Deco Influences. Sedangkan Gedung Merdeka, dibangun untuk pertamakalinya pada tahun 1895 dan selanjutnya secara berturut-turut pada tahun 1920 dan 1928 gedung tersebut direnovasi kembali sehingga menjadi gedung dalam bentuknya yang  sekarang. Pembangunan gedung ini dirancang oleh dua arsitek berkebangsaan Belanda bernama VAN GALLEN LAST dan CP. WOLFT SCHOEMAKER, Profesor di Techniche hogeschool atau ITB sekarang. Di gedung inilah Konferensi Asia Afrika berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955.
Pendirian Museum KAA merupakan gagasan dan prakarsa Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, SH.,LL.M. Sebagai Menlu RI (1978-1988) beliau kerap bertatap muka dan berdialog dengan para pemimpin Negara dan Bangsa Asia Afrika. Dalam kesempatan tersebut, beliau sering memperoleh pertanyaan tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung. Berulangkali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan mereka untuk dapat mengunjungi kota Bandung dan Gedung Merdeka. Terilhami oleh hal tersebut, maka muncullah gagasan untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 sebagai  tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia.  Jiwa, semangat dan pengaruh KAA telah menyebar ke seluruh dunia, terutama bumi Asia Afrika, sehingga mereka ingin bernostalgia mengunjungi tempat diselenggarakannya. Gagasan tersebut diaktualisasikan dalam bentuk pendirian Museum KAA di Gedung Merdeka Bandung. Maka pada kesempatan Forum Rapat Panitia Peringatan 25 tahun KAA tahun 1980 yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dilontarkanlah gagasan pendirian museum tersebut . Gagasan tersebut memperoleh sambutan  baik, terutama dari Presiden Republik Indonesia Soeharto. Sejak itu, salah satu aktivitas Panitia Peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika adalah mewujudkan rencana tersebut.
Gagasan pendirian museum kemudian diwujudkan oleh Joop Ave, sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 tahun KAA dan Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu (1980-1982), bekerjasama dengan Depdikbud, Deppen, Pemda Provinsi  Jawa Barat dan Universitas Padjadjaran. Perencanaan dan Pelaksanaan teknis dikerjakan oleh PT. Decenta Bandung. Museum KAA diresmikan  oleh Presiden Soehato pada tanggal  24 April 1980, sebagai puncak Peringatan 25 Tahun KAA.
Tujuan pendirian Museum KAA, dirumuskan dalam poin-poin kalimat sebagai berikut:
  1. Menyajikan peninggalan-peninggalan, informasi yang berkaitan dengan KAA, termasuk latar belakang, perkembangan konferensi tersebut, sosial budaya, dan peran bangsa-bangsa Asia Afrika, khususnya bangsa Indonesia dalam percaturan politik dan kehidupan dunia;
  2. Mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan buku-buku, majalah, surat kabar, naskah, dokumen, dan penerbitan lainnya yang berisi uraian dan informasi mengenai kegiatan dan peranan bangsa-bangsa Asia Afrika dan Negara-negara berkembang dalam percaturan politik dan kehidupan dunia serta social budaya negara-negara tersebut;
  3. Melakukan penelitian tentang masalah-masalah Asia Afrika dan Negara-negara berkembang guna menunjang kegiatan pendidikan dan penelitian ilmiah di kalangan pelajar, mahasiswa, dosen, dan pemuda Indonesia serta bangsa-bangsa Asia Afrika pada umumnya, dan memberi masukan bagi kebijakan pemerintah dalam kegiatan politik luar negeri;
  4. Menunjang upaya-upaya dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional, pendidikan generasi muda, dan peningkatan kepariwisataan;
  5. Menunjang upaya-upaya untuk menciptakan saling pengertian dan kesatuan pendapat serta meningkatkan volume kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika dan bangsa-bangsa lainnya di dunia.
  6. Melalui koleksi serta sarana dan prasarana yang dimilikinya, seperti : R. Kepala Museum, R. Administrasi, R. Perpustakaan, Souvenir Shop, R. Pameran, R. Koleksi, Gudang Koleksi, R. Pamer Temporer, Lobby, R. Audiovisual,  Mushola, dan MCK, pengelola Museum KAA, berupaya mewujudkan tekadnya dalam melayani pengunjung sebaik mungkin sesuai dengan harapannya datang ke museum.
  7. Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika Tahun 2005 dan Peringatan 50 Tahun KAA tahun 1955 yang berlangsung pada tanggal 22-24 April 2005, tata pameran Museum KAA direnovasi atas prakarsa Menteri Luar Negeri RI Dr. N. Hasan Wirayuda. Penataan kembali museum tersebut dilaksanakan atas kerjasama  Departemen Luar negeri dengan Sekertariat Negara dan Pemerintah Provinsi jawa Barat. Sementara Perencanaan dan Pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh Vico Design dan Wika Realty.
Koleksi Museum
Koleksi Museum Asia Afrika berjumlah  4.000 buah.
Penataannya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a.      Koleksi benda-benda tiga dimensi :
  • Suasana Sidang Pembukaan Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka 18 April 1955
  • Kursi rotan yang diduduki para delegasi ketika melakukan pertemuan untuk melobi dan mempererat persahabatan
  • Kamera, mesin tik, dan mesin teleks yang dipakai selama konferensi berlangsung
  • Terbitan prangko-prangko yang berhubungan dengan konferensi Asia Afrika
b.     Gallery foto mengenai : Gedung merdeka dari masa ke masa
Sejarah Konferensi Asia Afrika yang menggambarkan suasana dunia internasional sebelum pelaksanaan konferensi, konferensi-konferensi pendahuluan, persiapan dan pelaksanaan serta menampilkan suasana hasil konferensi tersebut terhadap perkembangan dunia internasional.

SEJARAH MUSEUM SRI BEDUGA BANDUNG

Sri Baduga adalah nama gelar raja Pajajaran yang memerintah tahun 1482-1521 Masehi. Museum yang berlokasi tepat di samping Lapangan Tegallega, Kota Bandung, ini menjadi etelase yang menjelaskan secara lengkap sejarah perkembangan Jawa Barat (Jabar) sejak masa purba hingga berakhirnya masa penjajahan. 

Hal itulah yang menjadikan museum ini rujukan wajib bagi pelajar jika mendapat tugas menulis sejarah Jabar secara lengkap. Museum ini buka setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 14.00. Seperti halnya museum lain di Bandung, Sri Baduga juga menjadi lokasi wisata sejarah murah meriah. 

Tiket masuknya hanya 2 ribu rupiah untuk orang dewasa dan seribu rupiah untuk anak-anak. Pembangunan gedung dirintis sejak 1974 dengan mengambil model bangunan tradisional Jabar, berbentuk suhunan panjang dan rumah panggung yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern. Gedung dibangun di atas tanah bekas areal kantor Kawedanan Tegallega seluas 8.415,5 meter persegi. Museum ini memang cukup luas sehingga dapat menampung hingga 20 bus pariwisata. 

Karena lokasinya di sekitar Jalan M Toha dan Jalan BKR yang notabene merupakan salah satu jalan terpadat di Kota Bandung, kita perlu bersabar untuk dapat mencapai lokasi museum. Koleksi tetap Museum Sri Baduga meliputi benda-benda bukti kebudayaan Jabar. Kondisi geografi s dan kekayaan alam berpengaruh pada tumbuh kembangnya kebudayaan Jabar. 

Fase-fase perkembangan tersebut dikelompokkan dalam bentuk pameran di tiga lantai museum. Museum Sri Baduga memiliki 6.600 koleksi yang kemudian dikelompokkan menjadi 10 klasifikasi. Koleksi pembuktian sejarah alam Jabar mengawali tata pameran di lantai satu. 

Pada zaman Plestosen (antara 2 juta hingga 11 juta tahun yang lalu), bumi Jabar telah muncul bersamaan dengan terbentuknya Paparan Sunda. Pulau-pulau di Indonesia bagian barat digambarkan membentuk satu daratan dengan Asia dan Australia, ketika air laut membeku pada masa glasial (zaman es).

Koleksi Langka 
Di lantai dua Museum Sri Baduga ditampilkan koleksi yang mengandung unsur dari empat kelompok kebudayaan. Lalu di lantai tiga ditampilkan koleksi yang mengandung unsur mata pencaharian, teknologi, kesenian, pojok sejarah perjuangan bangsa, pojok wawasan Nusantara, dan Bandung tempo dulu. 

Museum ini banyak menyimpan koleksi masterpiece. Salah satunya sebuah koleksi langka berupa peta wilayah Madura yang dibuat pada 1885. Peta itu menggambarkan wilayah karesidenan dan distrik di Pulau Jawa dan Madura pada masa pemerintahan kolonial Belanda. 

Selain memiliki koleksi asli, museum ini melengkapi temuan sejarah dengan membuat replikanya. Kereta Kencana Paksinagaliman yang merupakan kereta asal Cirebon misalnya. Kereta unik itu memadukan tiga unsur binatang, yakni burung, ular naga, dan gajah. Pada leher tertera angka tahun dalam huruf Jawa 1530 Saka (1608 M). Diperkirakan kereta kencana itu dibuat pada masa pemerintahan Panembahan Ratu. 

Konstruksi roda mengadopsi kebudayaan China. Sejak 1930, kereta kencana yang asli tidak lagi digunakan dan disimpan di museum keluarga Kanoman. Beberapa benda yang juga memiliki nilai tak terhingga adalah koleksi lukisan. Menurut pengelola museum, ada beberapa koleksi lukisan yang pernah masuk bursa lelang Christie. 

Seperti diketahui, setiap lukisan yang pernah masuk lelang Christie selalu memiliki nilai tinggi, minimal di atas 2 miliar rupiah. Selain koleksi lukisan bernilai miliaran rupiah, museum ini memiliki koleksi uang kuno, topeng kuno, dan benda-benda logam, termasuk senjata yang terbuat dari logam mulia seperti emas yang dihiasi mutiara. tgh/R-2

Restorasi Naskah Kuno dan Gelar Seni

Untuk semakin meramaikan kunjungan wisatawan, Museum Sri Baduga akan memamerkan sejumlah naskah kuno raja-raja di tatar Sunda. Namun, karena sudah berumur sangat tua, naskah tersebut harus direstorasi terlebih dahulu. Sebanyak 145 naskah kuno mengisi koleksi museum, 75 persen di antaranya mengalami kerusakan dengan berbagai kondisi.

Untuk itu, sejak sebulan ter akhir, pihak museum melakukan restorasi terhadap naskah-naskah tersebut. Kepala Balai Museum Negeri Sri Baduga, Ani Ismarini, menyatakan tahun ini pihak museum baru mampu melakukan restorasi 20 naskah. Selain keterbatasan anggaran, keterbatasan SDM dan waktu pelaksanaan menjadi kendala dalam upaya restorasi. 

Proses restorasi naskah kuno dilakukan dengan pelapisan lembaran naskah dengan tisu Jepang. Hal tersebut dimaksudkan agar naskah-naskah kuno yang terbuat dari kertas daluang itu tidak bertambah rusak sehingga bisa dibaca masyarakat dan peneliti. 

"Setelah melakukan upaya pameran keliling kota dan kabupaten serta ke sekolah-sekolah dan pusat perbelanjaan, kini Sri Baduga secara rutin akan menggelar pentas kesenian. Tujuannya, selain untuk menarik minat pengunjung datang ke museum, untuk memperkenalkan kesenian tradisional maupun kontemporer yang berkembang di Jawa Barat," ujar Ani. Berdasarkan catatan museum, dari tahun ke tahun, angka kunjungan ke Museum Sri Baduga terus meningkat. tgh/R-2

4 Replika Prasasti

Bukti sejarah berupa prasasti juga dapat ditemui di museum ini. Setidaknya ada empat prasasti yang terbuat dari batu-batu besar meski hanya replika. 

Pertama, prasasti Ciaruteun yang menggambarkan dua telapak kaki raja. Benda asli terbuat dari batu andesit ditemukan di aliran Sungai Ciaruteun. Kini, prasasti tersebut dipindahkan ke darat dan diberi cungkup (pelindung). Prasasti itu merupakan bukti hadirnya Kerajaan Tarumanagara ( abad 5 M) di Jabar, sekaligus awal dikenalnya tradisi tulis. 

Pada prasasti itu terdapat pahatan sepasang telapak kaki, gambar laba-laba, dan empat baris tulisan dalam aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta. Lalu ada Prasasti Tugu. 

Prasasti itu memiliki pahatan tulisan terpanjang dari semua prasasti peninggalan Punawarman. Tulisan dipahat melingkar pada sebuah batu bentuk bulat telur. Dalam Prasasti Tugu antara lain terdapat dua nama sungai yang terkenal di Punjab (India), yaitu Sungai Candrabhaga dan Gomati. 

Prasasti itu merupakan bentuk peringatan pembangunan Sungai Candrabaga dan Sungai Gomati sepanjang 6.122 tombak. Pekerjaan selesai dalam 21 hari. Secara etimologi, para ahli memperkirakan nama Candrabaga sekarang adalah Bekasi. Ada juga Prasasti Batu Tulis yang dipahat pada sebuah batu andesit segi tiga pipih, hingga sekarang masih terletak di tempat asalnya. 

Menurut KF Holle dan F De Haan, prasasti itu sudah diketahui dan disebutkan di dalam Dag-register dari Kastil Batavia sejak 1690. Prasasti Batu Tulis tercatat tahun Saka 1455 (1533 M) dan dibuat pada masa Surawisesa (Ratu Sangiang), putra Sri Baduga (1521-1535 M).

Prasasti tersebut merupakan tanda peringatan untuk Sri Baduga Maharaja yang telah membuat parit pertahanan, gunung-gunungan, mengeraskan jalan dengan batu, membuat (hutan) Samida, dan membuat Telaga Rena Mahawijaya. Satu prasasti lainnya adalah Prasasti Telapak Kaki Gajah. tgh/R-2

SEJARAH MUSEUM ALAM BANDUNG

Kota Bandung menjelang dua abad. 25 September tahun ini usianya genap ke-198. Apakah warga Bandung bisa mengetahui dengan pasti landasan apa tanggal tersebut dijadikan hari jadi Kota Bandung? Saya yakin, jika disurvei, lebih dari setengah penduduk kota akan menjawab tidak tahu.
Ketidakpahaman penduduk Bandung akan hari jadi kotanya rasanya wajar saja jika tidak terdapat sarana yang dapat membuat warga kota mengetahuinya. Adakah satu tanda di pelosok kota yang mengingatkan itu? Kilometer Nol di Jalan Asia Afrika pun hanya menceritakan mengapa di titik tersebut ditentukan awal pengukuran jarak dari Kota Bandung, tidak sebagai pengingat lahirnya sebuah kota. Hampir dua ratus tahun Kota Bandung tumbuh berkembang, kenangannya seolah-olah hilang tererosi dari benak warga kota, seperti batu basalt di Curug Dago yang tergerus arus Cikapundung.
Ketika saya masih bocah tumbuh di Bandung, masih terbayang bagaimana ramainya Situ Aksan, satu-satunya danau yang masih tersisa di Kota Bandung pada 1972, sebagai tempat rekreasi favorit. Itulah pengingat terakhir bahwa Bandung pernah menjadi danau luas di zaman purbakala sebelum situ itu diurug menjadi perumahan di awal 1980-an. Masih juga terbayang ramainya alun-alun Bandung (yang benar-benar alun-alun dengan lapangan luas) oleh ledakan petasan selama Ramadhan. Masih terbayang asyiknya naik delman sekeluarga mengunjungi rumah nenek dari Jalan Pasundan ke Jalan Garuda (sekarang Jalan Nurtanio) saat Lebaran tiba. Itulah secuil kenangan indah warga kota akan perjalanan kotanya. Kenangan ini akan terpateri lebih panjang bagi warga senior yang lebih dahulu lahir atau bermukim.
Kenangan warga kota seperti itu akan hilang dengan sendirinya seiring wafatnya para warga kota jika tidak segera dilestarikan, misalnya dalam bentuk buku seperti buku-buku tentang Bandoeng tempo doeloe oleh almarhum Haryoto Kunto. Sungguh sangat besar jasa almarhum yang membuat perjalanan kota ini terabadikan untuk dapat dikenang oleh generasi ke generasi berikutnya.
Perlunya Museum Kota
Di luar Bandung, kenangan akan sebuah kota terpateri ke Niigata dan kota-kota di Jepang saat tugas belajar. Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang selalu menghargai para leluhurnya, termasuk “leluhur alam”. Bagi mereka semua mahluk mempunyai jiwa yang patut untuk dikenang. Penghargaan itu salah satunya diwujudkan dalam bentuk museum.
Di Jepang, museum tidak melulu sebuah bangunan. Kenangan akan riwayat sebuah jembatan yang melintas Sungai Shinano di Niigata misalnya cukup diwujudkan dalam panel-panel di pojok sisi jembatan. Pembangunan Terowongan Shimizu yang menembus Pegunungan Alpen Jepang menghubungkan Tokyo – Niigata diabadikan pada bangunan museum kecil di tempat istirahat di jalan tol sebelum para pengemudi memasuki terowongan sepanjang sebelas kilometer itu.
Museum-museum tematis di pelosok kota kemudian dikompilasi pada museum kota. Isinya adalah perjalanan panjang sejarah alam dimulai sejak zaman-zaman geologis ketika kota masih berupa alam liar dengan para penghuni sebelum manusia. Bahkan kota-kota kecil setingkat kecamatan pun tidak mau kalah untuk menampilkan sejarah alam kotanya. Ada saja warga masyarakat yang mengunjungi museum kota hanya untuk tercenung memandang tinggalan-tinggalan berupa fosil, artefak, foto, maket atau apapun yang menjadi ciri perkembangan kota dari zaman ke zaman.
Bagi wisatawan, museum kota merupakan pusat informasi wisata kota. Dalam kunjungan singkat wisatawan yang kebetulan datang ke suatu kota bukan dalam paket wisata, mereka bisa menentukan destinasi mana di dalam kota yang ingin dikunjungi dari informasi yang didapat di museum kota.
Kota Bandung dengan sejarahnya yang panjang pantas memiliki museum sejarah alam kota. Koleksi museum dan informasinya dapat terrentang sejak kota yang berada di Cekungan Bandung ini masih berupa laut hingga empat juta tahun yang lalu, menjadi daratan sejak dua juta tahun yang lalu, menjadi danau sejak 125.000 tahun yang lampau, sampai mengering sejak 16.000 tahun yang lalu.
Jejak-jejak permukiman purbakala ditemukan dengan data melimpah di perbukitan Dago Pakar. Alat-alat batu dari bahan obsidian tersebar berserakan di sekitar titik geodetik KQ380 menunjukkan betapa tingginya budaya leluhur masyarakat Bandung purba sekitar 6.000 tahun yang lalu. Mereka bahkan telah piawai membuat permukiman dengan parit-parit perlindungan. Sayang, bukti-bukti itu sekarang telah banyak digilas dan diratakan mesin-mesin buldoser untuk perumahan mewah dan vila-vila! Untungnya, bukti-bukti keberadaan sang arsitek purbakala ditemukan sebagai kerangka meringkuk di Situs Gua Pawon.
Dengan berlimpahnya peninggalan artefak purbakala di Bandung Utara itu, pada 1917 pernah tercetus ide Dr. W. Docters van Leeuwen untuk mendirikan Museum Alam Terbuka Sunda (Soenda Openlucht Museum). Namun Perang Dunia II mengubur cita-cita dokter Belanda itu. Apalagi sekarang ketika arus utama pembangunan kota diarahkan kepada manfaat ekonomi secara cepat. Satu contoh mengenaskan adalah situs tumpukan batu Pasir Panyandaan di utara terminal Cicaheum, yang anehnya, tanah di sekelilingnya telah dikuasai sebagai hak milik pribadi.
Daftar isi museum akan semakin panjang setelah secara resmi Kota Bandung didirikan oleh Bupati Wiranatakusumah II di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels 1810. Seiring dengan 200 tahun peringatan Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan pada 2008, Bandung mencatatkan dirinya sebagai bagian dari sejarah penting masa-masa kesengsaraan penjajahan itu.
Informasi sejarah kota akan semakin lengkap terkoleksi ketika Kota Bandung memasuki Abad ke-20. Mungkin di antaranya dimulai dari Situs Curug Dago yang memberi kebanggaan kita sebagai warga kota karena pernah dikunjungi raja besar Thailand, Raja Rama V, ketika 1902 membuat prasasti batu tulis. Batu tulis kedua dibuat oleh cucunya pada 1927. Lalu tentu ketika Bandung berada pada zaman keemasannya di 1920-1930.
Kota ini pun mencatat sejarah yang wangi saat Sang Proklamator Bung Karno tinggal dan berjuang di Bandung untuk kemerdekaan. Rumah Ibu Inggit di Ciateul, kampus ITB, Penjara Banceuy di Jalan Banceuy yang sekarang hanya menyisakan sel dan gardunya saja, Gedung Indonesia Menggugat, penjara Sukamiskin, serta karya-karya arsitektur Ir. Soekarno merupakan artefak perjalanan kota ini. Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, sejarah Kota Bandung tercatat dengan harum. Kita tentu tidak akan pernah lupa dengan peristiwa Bandung Lautan Api 1946 dan Konferensi Asia Afrika 1955.
Tentu saja, para wali kota Bandung (dan para Bupati Bandung sebelum jadi kota) harus menjadi kenangan yang terrekam di Museum Sejarah Alam Kota Bandung. Di tangan merekalah Kota Bandung dikembangkan, terlepas apakah bersifat positif atau negatif terhadap pertumbuhan sebuah kota.
Pada kesempatan dilantiknya Pak Dada dan pak Ayi sebagai Wali Kota Bandung dan wakil pilihan rakyat, sekaranglah saatnya menjelang Bandung Dua Abad, kesempatan emas untuk mencatatkan sejarah dengan tinta emas bagi Kota Bandung. Daripada membangun mal-mal dan factory outlet yang rasanya sudah jenuh, pe-er Walikota sekarang untuk masa depan Bandung yang lebih baik adalah bagaimana mewujudkan Bandung menjadi kota yang bermartabat, genah merenah tumaninah, hijau bersih berbunga. Ruang terbuka hijau yang sudah ada seperti Babakan Siliwangi jangan lagi digusur untuk konstruksi beton. Perbanyaklah taman kota. Dirikanlah Museum Kota. Insya Allah, nama Bapak berdua akan tercatat kelak di museum sejarah alam Kota Bandung dan akan dikenang warga Bandung nanti dengan perasaan kagum. Tentu saja kalau bapak berdua berhasil mewujudkan Bandung menjadi lebih baik. ***


SEJARAH MUSEUM AMERTA DIRGANTARA MANDALA LANUD SURYADARMA


Selintas  Museum
Gedung Museum Amerta Dirgantara Mandala lanud Suryadarma merupakan gedung peninggalan Belanda,  yang dibangun pada tahun 1917. Luas areal seluruhnya sekitar 9000 m2 .  Terdiri atas gedung museum, Hanggar Pesawat Terbang, Apron dan tempat parkir kendaraan. Museum ini berada di kawasan Pangkalan Udara TNI AU Suryadarma, kurang lebih 15 km barat pusat kota Subang.  Museum ini diresmikan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi pada tanggal 10 April 1982 menempati gedung Hanggar C Lanud Suryadarma.
Gagasan pendirian museum ini berawal dari kemampuan dan hobi yang dimiliki oleh Marsda TNI Ramli Sumardi terhadap pesawat-pesawat tua, sehingga beliau mencetuskan gagasan kepada pimpinan TNI AU untuk mendirikan proyek “Repair and Maintenance” di bawah Yayasan Adi Upaya. Pada tanggal 10 Juni 1975 oleh Ketua Yayasan Adi Upaya Marsda TNI Soeryono gagasan tersebut diajukan kepada Pimpinan TNI AU, yang kemudian dikembangkan dengan adanya rencana mendirikan “Living Museum” (Museum Hidup) dengan maksud untuk menampung dan memelihara pesawat yang telah dihapus dari kekuatan TNI AU sehingga pesawat tersebut tetap dapat diterbangkan. Sebagai tindak lanjut, maka dikeluarkan Surat Perintah KASAU Nomor: Sprin/12/II/1978 tanggal 13 Februari 1978 yang menugaskan kepada tim untuk melaksanakan tugas-tugas kegiatan persiapan pendirian Museum di lanud Kalijati yang saat ini menjadi Lanud Suryadarma. Melalui Keputusan KASAU Nomor: Kep/19/IX/1979 tanggal 29 September 1979 tentang penyempurnaan Struktur Organisasi  Dinas Sejarah TNI AU maka terbentuk dan terwujudlah Museum Amerta Dirgantara Mandala.
Koleksi Museum   
Pesawat Terbang 21 buah yang terdiri dari aneka jenis, tertata rapi di ruang pesawat terbang dan tersedia pula pesawat terbang yang dapat dinaiki agar dapat menikmati dalam ruangannya.
Ruang pameran sejarah perkembangan Sekolah Penerbangan di Indonesia dari  awal hingga sekarang, berupa foto-foto dan benda-benda bernilai sejarah peninggalan Sekolah Penerbangan disusun secara siatematis kronologis.
Pesawat Terbang 21 buah yang terdiri dari aneka jenis, tertata rapi di ruang pesawat terbang dan tersedia pula pesawat terbang yang dapat dinaiki agar dapat menikmati dalam ruangannya.
Ruang pameran sejarah perkembangan Sekolah Penerbangan di Indonesia dari  awal hingga sekarang, berupa foto-foto dan benda-benda bernilai sejarah peninggalan Sekolah Penerbangan disusun secara siatematis kronologis, informasi dini kita dapatkan bagi yang bercita-cita menjadi penerbang.
 Alamat
Lokasi:  Di Kawasan Pangkalan TNI Angkatan Udara Suryadarma Kalijati, Jawa Barat

SEJARAH MUSEUM POS INDONESIA


Museum Pos Indonesia  terletak di kawasan Gedung Sate, namun Gedung ini secara adminstratif terletak di Jalan Cilaki No. 73, Kelurahan Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan. Secara Geografis Museum Pos Indonesia berada pada koordinat 107º37'07,9" BT dan 06º54'05,4" LS, dan sekitar gedung kini telah banyak berdiri bangunan perkantoran, pemukiman, dan pertokoan. Untuk mencapainya relatif mudah melalui jalan raya dengan kondisi yang baik, menggunakan kendaraan pribadi roda 4 atau 2 ataupun menaiki kendaraan umum (bis/angkot) yang melewati kawasan ini relatif banyak. 
Museum ini dibangun masa Hindia-Belanda pada 27 Juli 1920 dengan nama Museum Pos, Telegraph dan Telepon (PTT) dan dibuka tahun 1931. Pada 19 Juni 1995 Museum berganti nama menjadi Museum Pos dan Giro disesuaikan dengan perusahaan yang menanganinya. Pada waktu Perusahaan berganti nama menjadi PT Pos Indonesia maka terjadi pula perubahan nama museum ini menjadi Museum Pos Indonesia. Museum memiliki luas gedung 700 m², dan berdiri tegak di atas lahan tanah seluas ±  706 m². Gedung Museum dibangun oleh Ir. J. Berger dari Landsgebouwdienst dengan gaya arsitektur Italia masa Renaissance. 
Pada masa revolusi dan perang kemerdekaan, keberadaan museum ini tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya, bahkan nyaris terlupakan. Kemudian baru tanggal 18 Desember 1980 Direksi Perum Pos dan Giro membentuk Panitia Persiapan Pendirian Museum Pos dan Giro untuk menghidupkan kembali museum. Menginggat banyaknya koleksi perangko, foto, peralatan pos yang bernilai sejarah yang perlu diketahui oleh masyarakat luas dan museum sebagai sarana pendidikan, informasi dan rekreasi untuk generasi muda dimasa sekarang dan mendatang. Tugas utama panitia tersebut adalah melakukan inventarisasi dan pengumpulan benda-benda bersejarah yang patut dijadikan sebagai koleksi museum. Pada 27 September 1983 bersamaan dengan hari bakti Postel ke-38 Museum ini secara resmi dibuka oleh Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Acmad Tahir dan diberi nama Museum Pos dan Giro, sebagai museum untuk umum. 
Museum Pos dan Giro di Jawa Barat ini,  merupakan satu-satunya museum perangko yang koleksinya tidak lagi hanya sebatas pada perangko-perangko dari berbagai negara, tetapi telah dilengkapi dengan benda-benda pos bersejarah. Museum Pos dan Giro dapat dikembangkan sebagai objek wisata budaya, khusunya para filatelis (orang yang hobi mengumpulkan perangko) maupun masyarakat yang ingin meningkatkan wawasan sejarah perkembangan perangko.